Teori Modernisasi

Teori Modernisasi

Teori Modernisasi

Menurut teori pembagian kerja internasional, secara umum ada dua kelompok negara di dunia, yaitu kelompok negara yang menghasilkan produk pertanian dan kelompok negara yang menghasilkan barang industri. Ada hubungan dagang di kedua kelompok negara ini, dan menurut teori di atas, keduanya sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Namun beberapa dekade kemudian, timbul masalah bahwa neraca perdagangan kedua kelompok negara ini berbeda, dimana negara yang memproduksi barang industri untung besar dan menjadi kaya, sedangkan negara yang menghasilkan produk pertanian menjadi kurang menguntungkan dan tertinggal (miskin). .

Dari permasalahan di atas, muncul berbagai teori modernisasi oleh berbagai ahli yang menjelaskan bahwa kemiskinan disebabkan oleh berbagai faktor di dalam negeri. Berbagai teori yang termasuk dalam kelompok teori modernisasi adalah:

1. Teori Harrod – Domar: Modal dan Investasi

oy Harrod dan Evsey Domar adalah ekonom yang berbicara tentang teori pembangunan ekonomi, yang menekankan pada penyediaan modal dan investasi. Mereka menyimpulkan bahwa pembangunan dapat berhasil dan terlaksana dengan baik jika pertumbuhan ekonomi didorong oleh modal dan investasi yang tinggi.

2. Teori Max Weber: Etika Protestan

Max Weber adalah seorang sosiolog Jerman yang dianggap sebagai bapak sosiolog modern. Teori Max Weber menekankan nilai-nilai budaya yang menjelaskan peran agama dalam pembentukan kapitalisme. Peran agama yang diuraikan di sini memainkan peran penting dalam mempengaruhi perilaku individu. Jika nilai-nilai dalam masyarakat dapat diselaraskan dengan sikap positif terhadap pertumbuhan ekonomi, maka proses pembangunan dalam masyarakat dapat dilaksanakan.

 

3. Teori David McCleland: Achievement Drive of n-oh

David McCleland adalah seorang psikolog sosial. Teori ini menekankan pada aspek psikologi individu. Bagi McCleland, memajukan proses pembangunan berarti mendidik wirausahawan dengan n-ach yang tinggi. Jika para wirausahawan ini dapat diajari dalam jumlah yang banyak, maka proses pengembangan masyarakat dapat terlaksana dengan baik.

 

4. Teori W. W. Rostow: Lima tahap perkembangan

W. W. Rostow adalah seorang ekonom; Fokusnya tidak hanya pada masalah ekonomi dalam arti sempit, tetapi juga berlaku pada masalah sosiologis dalam proses pembangunan, dengan fokus analisisnya masih pada masalah ekonomi. Bagi Rostov sendiri, pembangunan merupakan proses yang sederhana, yaitu dari masyarakat yang terbelakang menuju masyarakat yang maju. Untuk mencapai proses tersebut, Rostov membaginya menjadi lima fase, yaitu:

  • Masyarakat tradisional

Perlunya penguasaan ilmu pengetahuan agar kehidupan dan kemajuan masyarakat dapat berkembang.

  • Persyaratan untuk memulai

Proses ini membutuhkan intervensi dari luar atau masyarakat yang maju. Dengan intervensi eksternal ini, ide pembaruan mulai berkembang.

  • Bangkit

Periode ini akan ditandai dengan dihilangkannya hambatan-hambatan yang menghambat proses pertumbuhan ekonomi.

  • Transisi ke masa dewasa

Periode ini ditandai dengan perkembangan industri yang sangat pesat dan memantapkan posisinya dalam perekonomian dunia. Barang-barang yang sebelumnya diimpor kini dapat diproduksi di dalam negeri. Apa yang diproduksi tidak terbatas pada barang konsumsi, tetapi juga barang modal.

  • Usia konsumsi massal yang tinggi

Selama ini konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok hidup, tetapi akan meningkat untuk kebutuhan yang lebih tinggi. Produksi industri akan berubah, dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi yang tahan lama. Pada titik ini, pembangunan sudah merupakan proses berkelanjutan yang dapat menopang kemajuan yang berkelanjutan.

Selain itu, teori Rostov juga menekankan aspek non-ekonomis untuk menuju proses pendakian. Untuk memulai proses awal, tiga kondisi yang saling terkait harus dipenuhi, yaitu:

  • Peningkatan investasi di sektor manufaktur
  • Pertumbuhan satu atau lebih sektor manufaktur penting dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi.
  • Perlunya lembaga-lembaga politik dan sosial yang dapat memanfaatkan berbagai dorongan ekspansi sektor ekonomi modern dan kemungkinan akibat yang timbul dari adanya kekuatan-kekuatan ekonomi eksternal dapat lebih mengembangkan lembaga-lembaga tersebut menjadi suatu proses yang berkelanjutan.

Dengan mempertimbangkan ketiga kondisi ini, tahap permulaan dan kemudian tahap konsumsi massal yang tinggi tercapai.

 

5. Teori Bert. F. Hoselitz : Faktor-Faktor Non Ekonomi

Teori Hoselitz membahas tentang faktor-faktor non ekonomi yang ditinggalkan oleh Rostow. Teorinya menekankan pada perlunya lembaga-lembaga yang diperlukan menjelang lepas landas. Menurut Hoselitz masalah utama pembangunan bukan hanya sekedar masalah kekurangan modal, tetapi ada masalah lain yang juga sangat penting yakni adanya ketrampilan kerja tertentu, yang termasuk didalamnya tenaga wiraswata yang tangguh. Hoselitz berfikir bahwa, dibutuhkan perubahan kelembagaan pada masa sebelum lepas landas, yang akan mempengaruhi pemasukan modal menjadi lebih produktif.

Perubahan kelembagaan ini akan menghasilkan tenaga wiraswasta dan administrasi, serta ketrampilan teknis dan keilmuan yang dimiliki. Oleh karena itu, bagi Hoselitz pembangunan membutuhkan pemasukan dari beberapa unsur, yaitu :

a. Pemasokan modal besar dan perbankan
Dibutuhkan lembaga-lembaga yang bisa menggerakan tabungan masyarakat dan menyalurkannya ke kegiatan yang produktif. Ia menyebutkan lembaga perbankanlah yang lebih efektif. Tanpa lembaga-lembaga seperti ini, maka modal besar yang ada sulit dikumpulkan sehingga bisa menjadi sia-sia dan tidak menghasilkan pembangunan.

b. Pemasokan tenaga ahli dan terampil
Tenaga yang dimaksud adalah tenaga kewiraswataan, administrator profesional, insinyur, ahli ilmu pengetahuan, dan tenaga manajerial yang tangguh. Disamping itu juga perlu di dukung dengan perkembangan teknologi dan sains yang harus sudah melembaga sebelum masyarakat melakukan lepas landas.

6. Teori Alex Inkeles dan David. H. Smith : Manusia Modern

Teori Alex Inkeles dan David Smith menekankan tentang lingkungan material dalam hal ini lingkungan pekerjaan. Teori pada dasarnya berbicara tentang pentingnya factor manusia sebagai komponen penting penopang pembangunan dalam hal ini manusia modern. Kedua tokoh ini mencoba memberikan ciri-ciri dari manusia modern, seperti : keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa menguasai alam. Keduanya beranggapan, bahwa bagaimanapun juga manusia bisa diubah secara mendasar setelah dia menjadi dewasa, dan karena itu tidak ada manusia yang tetap menjadi tradisional dalam pandangan dan kepribadiannya hanya karena dia dibesarkan dalam sebuah masyarakat yang tradisional. Artinya, dengan memberikan lingkungan yang tepat, setiap orang bisa diubah menjadi manusia modern setelah dia mencapai dewasa. Sumber Rangkuman Terlengkap : SarjanaEkonomi.Co.Id